Kenapa tokek dihargai mahal?
Berharap mendapatkan keuntungan besar, seorang pemuda bernama Firdaus (21) dalam satu tahun terakhir telah menggeluti bisnis jual beli binatang yang kabarnya dapat menyembuhkan HIV/AIDS itu. “Saya sudah 1 tahun bisnis tokek. Awalnya saya kenal sama seseorang bernama Mat Nur, lalu kita diskusi bagaimana caranya dapat duit banyak. Terus saya dengar tokek harganya mahal, ya udah sejak itu saya cari tokek dan saya jual-beliin deh,” kata Firdaus di kediamannya di Kawasan Cipete Selatan, Jakarta, Jumat.
Untuk memelihara tokek-tokek itu, Firdaus mengaku tidak pernah mengalami kesulitan. Pasalnya, memelihara tokek, menurutnya, tidaklah sulit. Selain itu, ongkos makan juga tidak mahal. “Ternak tokek sebenarnya gampang. Satu minggu kita cuma kasih dia makan jangkrik seharga Rp 5.000 sebanyak dua kali. Artinya satu tokek seminggu biaya makannya Rp 10.000,” katanya.
Jumlah tokek yang dimiliki Firdaus saat ini delapan ekor. Dari delapan tokek yang dimilikinya, berat maksimal adalah 2 ons, sedangkan yang paling ringan 1 ons. Meski telah 1 tahun berbisnis tokek, Firdaus mengaku belum pernah merasakan menjual tokek dengan harga yang fantastis. Harga tertinggi yang pernah didapatkan hanya Rp 2 juta. Ini karena tokek yang dimilikinya hanya memiliki berat maksimal 2 ons.
“Susah cari tokek yang besar. Tokek besar banyaknya di daerah, kalau di Jakarta jarang. Paling ada kecil-kecil,” katanya. Harga tokek bervariasi. Sementara itu, mengenai harga jual tokek di pasaran, menurut pria bujang ini, tergantung berat tokek itu sendiri. Semakin besar atau berat tokek, harganya makin mahal.
“Kalau tokek ukuran 1 ons di pasaran bawah (bukan harga dari eksportir) Rp 100.000, kalau tokek 1,5 ons Rp 200.000, tokek ukuran 2 ons Rp 500.000 sampai Rp 2 juta. Tokek 2,5 ons harganya antara Rp 5 juta dan Rp 30 juta,” paparnya.
Menurutnya, harga tokek mulai beranjak tinggi jika memiliki berat di atas 3 ons. Harga tokek dengan berat 3 ons sendiri, menurutnya, memiliki harga dari Rp 30 juta hingga Rp 100 juta-an, sedangkan tokek dengan berat 3,5 sampai 4 ons biasa dihargai dengan Rp 100 juga hingga Rp 800 juta. “Harganya bervariasi karena tiap bos beda harganya,” ujarnya.
Binatang sensitif
Lebih lanjut, Firdaus mengatakan, tokek merupakan jenis binatang yang cukup sensitif. Reptil yang masuk golongan cicak besar, suku Gekkonidae, ini gampang stres.
“Kalau dibawa pindah dari satu tempat ke tempat lain akan kelihatan. Pernah teman saya bawa dari Padang ke Jakarta buat dijual. Dari Padang beratnya 7 ons. Eh pas sampai Jakarta beratnya turun jadi 2 ons. Ternyata pas ditanya ke orang yang ngerti, itu gara-gara stres. Malah yang lebih parah lagi, teman saya bawa (tokek) dari Tanah Abang (Jakarta Pusat) ke Pasar Minggu. Eh pas sampai tujuan tokeknya mati. Akhirnya gagal dijual,” ungkapnya.
Menurut Firdaus, tokek adalah binatang yang sejak dulu dikenal dapat menjadi obat. Daging tokek, menurutnya, dipercaya banyak orang merupakan obat gatal. Begitu juga dengan darah dan empedu tokek.
“Konon, empedu tokek yang sudah jadi kristal bisa jadi obat apa aja. Itu biasanya kalau tokeknya sudah 4 ons beratnya. Terus, tokek juga katanya bisa jadi obat HIV/AIDS, tapi enggak tahu apanya. Ada yang bilang darahnya, dagingnya, lidahnya,” ujarnya.
Rabu, 05 Mei 2010
Harta harta Harta
Nelayan Penemu Harta Karun Tak Diberi Kompensasi
Metro Siang / Sosbud / Selasa, 4 Mei 2010 12:33 WIB
Metrotvnews.com, Subang: Pemerintah akan tetap melelang artefak atau benda bersejarah dari muatan kapan tenggelan di Cirebon yang sudah berumur seribu tahun. Jika tidak ada halangan, proses lelang akan dilakukan Rabu (5/5) besok. Benda-benda bersejarah berjumlah 271.381 buah dihargai Rp 900 miliar. Berapa bagian penemu?
Tidak ada. Itulah yang dialami Taksim, seorang nelayan asal Blanakan, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Sebelas tahun lalu menemukan harta karun di laut Tengkolak, Perbatasan perairan Subang-Karawang. Namun, hingga saat ini belum mendapatkan kompensasi.
Taksim mengaku telah dibohongi PT Lautan Mas Bhakti yang telah mengambil barang hasil temuannya tersebut. Taksim pertama kali menemukan harta karun berupa mangkuk dan guci saat sedang menjaring ikan di sekitar perairan perbatasan Subang-Karawang pada 1991. Kini, Taksim hanya menyimpan sebuah mangkuk berusia 55 tahun.
Dari hasil temuan Taksim, pada tahun 1999 hingga 2001 berhasil diangkat benda lainnya yang nilainya mencapai triliunan rupiah. Taksim sempat dijanjikan akan diberangkatkan haji oleh PT Lautan Mas Bhakti selaku penaggung jawab pengangkatan harta karun. Namun, janji tersebut hanya kosong belaka. (DOR)
Metro Siang / Sosbud / Selasa, 4 Mei 2010 12:33 WIB
Metrotvnews.com, Subang: Pemerintah akan tetap melelang artefak atau benda bersejarah dari muatan kapan tenggelan di Cirebon yang sudah berumur seribu tahun. Jika tidak ada halangan, proses lelang akan dilakukan Rabu (5/5) besok. Benda-benda bersejarah berjumlah 271.381 buah dihargai Rp 900 miliar. Berapa bagian penemu?
Tidak ada. Itulah yang dialami Taksim, seorang nelayan asal Blanakan, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Sebelas tahun lalu menemukan harta karun di laut Tengkolak, Perbatasan perairan Subang-Karawang. Namun, hingga saat ini belum mendapatkan kompensasi.
Taksim mengaku telah dibohongi PT Lautan Mas Bhakti yang telah mengambil barang hasil temuannya tersebut. Taksim pertama kali menemukan harta karun berupa mangkuk dan guci saat sedang menjaring ikan di sekitar perairan perbatasan Subang-Karawang pada 1991. Kini, Taksim hanya menyimpan sebuah mangkuk berusia 55 tahun.
Dari hasil temuan Taksim, pada tahun 1999 hingga 2001 berhasil diangkat benda lainnya yang nilainya mencapai triliunan rupiah. Taksim sempat dijanjikan akan diberangkatkan haji oleh PT Lautan Mas Bhakti selaku penaggung jawab pengangkatan harta karun. Namun, janji tersebut hanya kosong belaka. (DOR)
Rabu, 14 April 2010
Pahit Manisnya Kebijakan Helm SNI
Jumat, 9 April 2010 | 11:23 WIB
Oleh : Taufan Sukma
Hari terlihat gelap, karena mendung bergayut di cakrawala Surabaya sore itu. Suasana kios helm di Jl Dipponegoro pun tampak lengang pembeli. “Biasanya lebih ramai dari ini. Kemarin malam saja kios sampai tidak cukup karena ramainya pembeli. Tapi kalau mendung, apalagi hujan, pembeli memang malas datang,” ujar Mardi, pemilik kios tersebut.
Diakuinya, sejak Kepolisian menerapkan helm pengendara sepeda motor harus berlabel Standar Nasional Indonesia (SNI), banyak pembeli yang mencari helm jenis ini. Namun, untuk Surabaya sebenarnya helm Ber-SNI sudah lama digandrungi. Bukan hanya karena kualitasnya membuat pemakai aman, tapi juga untuk tampil fashionable.
Mardi mengungkapkan kiosnya bisa menjual antara 100 unit hingga 150 unit tiap harinya. “Tapi tidak tentu juga. Kadang juga saya pernah menjual kurang dari 50 unit dalam sehari. Pokoknya asal bisa membayar anak-anak,” tukas pedagang yang memulai bisnisnya sejak 1994 ini.
Namun, masalah juga datang menghampiri pedagang helm sejak penerapan SNI.”Saya justru kesulitan menjual helm-helm stok lama yang belum berlabel SNI timbul,” ujarnya. Saat ini beberapa pedagang helem memilih menyimpan stok lama. Sebab masih ada beberapa pebngendara yang kalau dalam keadaan terjepit memilih yang tidak ber-SNI karena lebih murah.
Cara lain, lanjutnya, adalah dikembalikan ke produsen untuk dicetak timbul.” Tapi tentu butuh waktu. Padahal modal kami harus terus berputar,” keluhnya. Selain itu, kalau hanya sekadar menambahkan cetak timbul ke produsen helm, Mardi menganggap tidak ada perbedaan antara helm berSNI dan tidak. Mardi bahkan berani menjamin masih sangat banyak jenis helm tanpa SNI yang secara kualitas jauh di atas helm yang telah berSNI. “Saya berani taruhan bayar berapa pun. Kaca helm ini bahkan sudah saya uji sendiri tidak pecah meski terlindas mobil. Batoknya juga saya berani jamin meski dilindas truk. Tapi ini tidak berSNI. Bagaimana coba,” katanya sembari menunjuk salah satu helm dagangannya.
Sebaliknya, Mardi meragukan kekuatan helm berSNI apalagi yang harga jualnya di bawah Rp 100 ribu. “Kalau itu saya tidak jamin. Kan saya lebih tahu jenis-jenis helm,” ungkapnya. Karena itu, Mardi menyarankan agar SNI tidak menjadi satu-satunya kriteria untuk membeli helm. Dia menyarankan untuk keamanan agar masyarakat memilih helm yang bernar-benar aman. Diakuinya untuk harga memang jauh lebih mahal di atas Rp 100.000/buah.” Menurut saya yang orang kecil, ini hanyalah sekadar permainan di level atas. Bisa saja produk bagus tidak berSNI atau sebaliknya. Jadi pemerintah harus tegas dalam menerapkan aturan,” urainya.
Sementara menurut Asosiasi Industri Helm Indonesia (AIHI), penerapan helm wajib SNI oleh Kepolisian per 1 April 2010 diprediksi akan menumbuhkan produksi helm lokal hingga dua kali lipat dari sebelumnya. Jika produksi tahun lalu mencapai 14,8 juta unit dalam setahun, di tahun ini produksi helm nasional ditargetkan mencapai 24 juta unit setahun.
“Keberadaan aturan baru ini saya pikir akan sangat membantu penjualan kami ke depan. Target kami tahu ini penjualan bisa meningkat hingga dua kali lipat,” ujar Ketua Umum AIHI, John Manaf. Menurutnya, hingga saat ini terdapat 8 produsen helm skala besar di Indonesia dan beberapa pelaku usaha kecil dan menengah.
John menjelaskan, penerapan aturan baru tentang penggunaan helm SNI sejauh ini telah berjalan cukup baik di daerah namun justru masih lemah di pusat perkotaan. “Di Jakarta justru belum terlalu ketat, yang berdampak pada permintaan helm yang masih rendah. Permintaan justru paling banyak dari daerah,” tukasnya.
Jumat, 9 April 2010 | 11:23 WIB
Oleh : Taufan Sukma
Hari terlihat gelap, karena mendung bergayut di cakrawala Surabaya sore itu. Suasana kios helm di Jl Dipponegoro pun tampak lengang pembeli. “Biasanya lebih ramai dari ini. Kemarin malam saja kios sampai tidak cukup karena ramainya pembeli. Tapi kalau mendung, apalagi hujan, pembeli memang malas datang,” ujar Mardi, pemilik kios tersebut.
Diakuinya, sejak Kepolisian menerapkan helm pengendara sepeda motor harus berlabel Standar Nasional Indonesia (SNI), banyak pembeli yang mencari helm jenis ini. Namun, untuk Surabaya sebenarnya helm Ber-SNI sudah lama digandrungi. Bukan hanya karena kualitasnya membuat pemakai aman, tapi juga untuk tampil fashionable.
Mardi mengungkapkan kiosnya bisa menjual antara 100 unit hingga 150 unit tiap harinya. “Tapi tidak tentu juga. Kadang juga saya pernah menjual kurang dari 50 unit dalam sehari. Pokoknya asal bisa membayar anak-anak,” tukas pedagang yang memulai bisnisnya sejak 1994 ini.
Namun, masalah juga datang menghampiri pedagang helm sejak penerapan SNI.”Saya justru kesulitan menjual helm-helm stok lama yang belum berlabel SNI timbul,” ujarnya. Saat ini beberapa pedagang helem memilih menyimpan stok lama. Sebab masih ada beberapa pebngendara yang kalau dalam keadaan terjepit memilih yang tidak ber-SNI karena lebih murah.
Cara lain, lanjutnya, adalah dikembalikan ke produsen untuk dicetak timbul.” Tapi tentu butuh waktu. Padahal modal kami harus terus berputar,” keluhnya. Selain itu, kalau hanya sekadar menambahkan cetak timbul ke produsen helm, Mardi menganggap tidak ada perbedaan antara helm berSNI dan tidak. Mardi bahkan berani menjamin masih sangat banyak jenis helm tanpa SNI yang secara kualitas jauh di atas helm yang telah berSNI. “Saya berani taruhan bayar berapa pun. Kaca helm ini bahkan sudah saya uji sendiri tidak pecah meski terlindas mobil. Batoknya juga saya berani jamin meski dilindas truk. Tapi ini tidak berSNI. Bagaimana coba,” katanya sembari menunjuk salah satu helm dagangannya.
Sebaliknya, Mardi meragukan kekuatan helm berSNI apalagi yang harga jualnya di bawah Rp 100 ribu. “Kalau itu saya tidak jamin. Kan saya lebih tahu jenis-jenis helm,” ungkapnya. Karena itu, Mardi menyarankan agar SNI tidak menjadi satu-satunya kriteria untuk membeli helm. Dia menyarankan untuk keamanan agar masyarakat memilih helm yang bernar-benar aman. Diakuinya untuk harga memang jauh lebih mahal di atas Rp 100.000/buah.” Menurut saya yang orang kecil, ini hanyalah sekadar permainan di level atas. Bisa saja produk bagus tidak berSNI atau sebaliknya. Jadi pemerintah harus tegas dalam menerapkan aturan,” urainya.
Sementara menurut Asosiasi Industri Helm Indonesia (AIHI), penerapan helm wajib SNI oleh Kepolisian per 1 April 2010 diprediksi akan menumbuhkan produksi helm lokal hingga dua kali lipat dari sebelumnya. Jika produksi tahun lalu mencapai 14,8 juta unit dalam setahun, di tahun ini produksi helm nasional ditargetkan mencapai 24 juta unit setahun.
“Keberadaan aturan baru ini saya pikir akan sangat membantu penjualan kami ke depan. Target kami tahu ini penjualan bisa meningkat hingga dua kali lipat,” ujar Ketua Umum AIHI, John Manaf. Menurutnya, hingga saat ini terdapat 8 produsen helm skala besar di Indonesia dan beberapa pelaku usaha kecil dan menengah.
John menjelaskan, penerapan aturan baru tentang penggunaan helm SNI sejauh ini telah berjalan cukup baik di daerah namun justru masih lemah di pusat perkotaan. “Di Jakarta justru belum terlalu ketat, yang berdampak pada permintaan helm yang masih rendah. Permintaan justru paling banyak dari daerah,” tukasnya.
Seko Jakarta Barat Bagikan Helm
Selasa, 13 April 2010 - 18:27 WIB
| More
Seko Jakarta Barat Bagikan Helm SNI Gratis
GROGOL PETAMBURAN (Pos Kota) – Utjup pengendara motor yang tengah memboncongi istri dan anak balitanya , pucat pasi ketika diberhentikan petugas Tim Gabungan Jakarta Barat di Jl.Prof.Latumenten Jelambar.Iapun segera mengeluarkan STNK motor dan SIM kepada petugas yang mempertanyakan.
”Bapak tahu diberhentikan ?,tanya petugas. Karena helm yang digunakan bukan helm Standar Nasional Indosia (SNI),”jelas petugas yang terdiri dari Satlantas, Sudin Perhubungan,satpol PP .
Utjup tak banyak bicara, Ia hanya menggelengkan kepalanya, tapi pucat mukanya masih tetap nampak, terlebih petugas gabungan disaksikan petugas Polisi Militer (PM).
Tapi berbagai rasa yang berkecamuk sirna setelah Sekretaris Kota Jakarta Barat menghampiri dan memberika dua helm berstandar SNI kepada suami istri ini.”Alhamdulillah, ternyata saya dikasih helm, tadinya jantung saya ampir copot dikira mau ditilang.”tutur Utjup .
Pengendara motor yang diberikan helm SNI karena masih menggunakan helm biasa tanpa ada pelindung telinga (cetok) dan banyak pengendara motor yang celaka karena tidak menggunakan helm kurang berkualitas.
Di Jakarta Barat sepanjang tahun 2009 mencapai 784 kasus. Dari jumlah tersebut, sebagian besar korbannya merupakan pengendara motor yang tidak menggunakan helm tidak standar baik.
“Kebanyakan mereka meninggal karena mengalami luka serius di bagian kepala.,”kata Kasatlantas Jakarta Barat, Kompol HM Sungkono.
Kegiatan inijuga sebagai Operasi Simpatik terkait Road Safety and Partnership 2010 di wilayah Jakarta Barat,diantaranya menyosialisasikan penggunaan helm SNI bagi pengendara motor.
Menurut Seko Jakarta Barat, H.Fatahillah , kegiatan sebagai tindak lanjut arahan walikota bersama instansi terkait untuk mengingatkan para pengendara motor dan aplikasi hasil rapat bersama instansi terkait.
“Tujuannya untuk meminimalisir angka kecelakaan lalu lintas terutama bagi pengendara motor,” Jelas H.Fatahillah yang membagikan 100 helm SNI kepada pengendara motor.
Kasudin Perindustrian dan Energi Jakbar, menyebutkan di Jakarta Barat terdapat 24 kelompok usaha bersama (KUB) yang memproduksi helm SNI. Sebelum undang-undang lalu lintas mengenai penggunaan helm SNI diterapkan, para kelompok usaha ini telah memproduksi dan menjual helm.
” Sejak keluar peraturan para pengusaha helm ini dibina dan wajib mengikuti standarisasi di Badan Standarisasi Nasional (BSN),” katanya. (herman/ir)
Selasa, 13 April 2010 - 18:27 WIB
| More
Seko Jakarta Barat Bagikan Helm SNI Gratis
GROGOL PETAMBURAN (Pos Kota) – Utjup pengendara motor yang tengah memboncongi istri dan anak balitanya , pucat pasi ketika diberhentikan petugas Tim Gabungan Jakarta Barat di Jl.Prof.Latumenten Jelambar.Iapun segera mengeluarkan STNK motor dan SIM kepada petugas yang mempertanyakan.
”Bapak tahu diberhentikan ?,tanya petugas. Karena helm yang digunakan bukan helm Standar Nasional Indosia (SNI),”jelas petugas yang terdiri dari Satlantas, Sudin Perhubungan,satpol PP .
Utjup tak banyak bicara, Ia hanya menggelengkan kepalanya, tapi pucat mukanya masih tetap nampak, terlebih petugas gabungan disaksikan petugas Polisi Militer (PM).
Tapi berbagai rasa yang berkecamuk sirna setelah Sekretaris Kota Jakarta Barat menghampiri dan memberika dua helm berstandar SNI kepada suami istri ini.”Alhamdulillah, ternyata saya dikasih helm, tadinya jantung saya ampir copot dikira mau ditilang.”tutur Utjup .
Pengendara motor yang diberikan helm SNI karena masih menggunakan helm biasa tanpa ada pelindung telinga (cetok) dan banyak pengendara motor yang celaka karena tidak menggunakan helm kurang berkualitas.
Di Jakarta Barat sepanjang tahun 2009 mencapai 784 kasus. Dari jumlah tersebut, sebagian besar korbannya merupakan pengendara motor yang tidak menggunakan helm tidak standar baik.
“Kebanyakan mereka meninggal karena mengalami luka serius di bagian kepala.,”kata Kasatlantas Jakarta Barat, Kompol HM Sungkono.
Kegiatan inijuga sebagai Operasi Simpatik terkait Road Safety and Partnership 2010 di wilayah Jakarta Barat,diantaranya menyosialisasikan penggunaan helm SNI bagi pengendara motor.
Menurut Seko Jakarta Barat, H.Fatahillah , kegiatan sebagai tindak lanjut arahan walikota bersama instansi terkait untuk mengingatkan para pengendara motor dan aplikasi hasil rapat bersama instansi terkait.
“Tujuannya untuk meminimalisir angka kecelakaan lalu lintas terutama bagi pengendara motor,” Jelas H.Fatahillah yang membagikan 100 helm SNI kepada pengendara motor.
Kasudin Perindustrian dan Energi Jakbar, menyebutkan di Jakarta Barat terdapat 24 kelompok usaha bersama (KUB) yang memproduksi helm SNI. Sebelum undang-undang lalu lintas mengenai penggunaan helm SNI diterapkan, para kelompok usaha ini telah memproduksi dan menjual helm.
” Sejak keluar peraturan para pengusaha helm ini dibina dan wajib mengikuti standarisasi di Badan Standarisasi Nasional (BSN),” katanya. (herman/ir)
Langganan:
Postingan (Atom)